RESUME HUKUM WARIS ISLAM
DISUSUN SEBAGAI TUGAS AKHIR
MATA KULIAH HUKUM WARIS ISLAM
FAKULTAS HUKUM JURUSAN ILMU HUKUM
SEMESTER III ( GASAL )
OLEH :
M U J I O N O
10.05.2264
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945
BANYUWANGI
2006
HUKUM WARIS ISLAM
1. Pengertian.
Hukum
waris atau hukum Faroid adalah hukum yang mengatur
pemindahan hak pemilikan harta peninggalan ( tirkah ) pewaris termasuk
siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.
( pasal 171 a KHI ).
Pewaris atau muwarits adalah
orang yang pada saat meninggalnya atau dinyatakan meninggal berdasarkan putusan
Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan. (
pasal 171 b KHI ).
Ahli
waris atau warits
adalah orang yang berhak mendapatkan harta warisan dan untuk itu dia tidak
terhalang karena hukum.
Harta
peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh
pewaris baik berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya. (
pasal 171 d KHI ).
Harta
warisan atau Tirkah
adalah harta peninggalan yang siap diwariskan setelah digunakan untuk keperluan
si pewaris yaitu biaya pengurusan jenazah, membayar hutang pewaris dan wasiat.
2. Syarat waris mewarisi.
- Ada orang yang meninggal.
- Ada ahli waris yang masih hidup.
- Tidak ada penghalang untuk menerima warisan.
3. Rukun waris mewarisi.
- Adanya Tirkah.
- Adanya Pewaris.
- Adanya Ahli waris.
4. Orang yang terhalang
mendapatkan warisan.
1. Sesuai pasal 173 KHI adalah orang yang berdasarkan putusan hakim
yang telah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap dihukum karena :
a.
Telah membunuh
atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pewaris.
b.
Dipersalahkan
secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu
kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih
berat.
- Murtad atau telah menyatakan keluar dari agama Islam.
5. 3 (tiga) hal penting yang
menjadi masalah dalam waris.
- Mafqud adalah ahli waris yang tidak diketahui keberadaannya.
Untuk bagian yang mafqud maka tetap diberikan
tetapi untuk sementara dititipkan dulu kepada ahli waris yang lain sampai dia
kembali untuk mengambil bagiannya. Apabila dia telah meninggal dunia atau
mendengar kabar yang benar tentang kematiannya, maka bagian tersebut dibagi
kepada ahli waris yang lain.
- Anak yang masih dalam kandungan ibunya.
Maka pembagian waris harus ditunda dulu
sampai dia dilahirkan. Apabila lahir hidup maka dia berhak mendapat bagian
warisan.
- Mati secara bersama-sama.
Secara prinsip hal ini tidak terlalu
merepotkan dalam pembagian waris.
6. Pengertian mati menurut
ulama, ada 3 :
1. Mati
Haqiqi adalah mati yang sesungguhnya dapat dilihat oleh panca indera.
2. Mati
Huqmi adalah mati berdasarkan putusan Pengadilan.
3. Mati Taqdiry adalah mati berdasarkan dugaan yang kuat bahwa dia
telah benar-benar mati
7. Golongan ahli waris
(menurut hukum Islam yang bukan hukum positif).
7.1. Golongan Laki-laki ( ada 15 orang ), yaitu :
1. Anak laki-laki.
2. Cucu laki-laki.
3. Bapak dari laki-laki.
4. Datuk / kakek.
5. Suami / duda.
6. Saudara laki-laki kandung.
7. Saudara laki-laki se-ayah.
8. Saudara laki-laki se-ibu.
9. Anak laki-laki dari saudara laki-laki
kandung.
10. Anak laki-laki dari saudara laki-laki
se-ayah.
11. Paman kandung.
12. Paman se-ayah.
13. Sepupu kandung.
14. Sepupu se-ayah.
15. Orang laki-laki yang memerdekaan budak.
Jika ke-15 orang ini ada semua, maka yang
lebih berhak adalah :
1. Anak laki-laki.
2. Bapak dari laki-laki.
3. Suami / duda.
7.2. Golongan Perempuan ( ada 10 orang ), yaitu :
1. Anak perempuan.
2. Cucu perempuan.
3. Ibu.
4. Isteri / janda.
5. Nenek dari ibu.
6. Nenek dari ayah.
7. Saudara perempuan kandung.
8. Saudara perempuan se-ayah.
9. Saudara perempuan se-ibu.
10. Orang perempuan yang memerdekakan budak.
Jika dari ke-10 orang ini ada semua, maka
yang lebih berhak :
- Anak perempuan.
- Cucu Perempuan.
- Ibu.
- Isteri / janda.
- Saudara perempuan kandung.
Jika dari golongan
laki-laki dan golongan perempuan ini ada semua, maka yang paling berhak adalah
: anak (laki-laki/perempuan), ayah, ibu, janda atau duda.
8. Golongan ahli waris (
menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 174 ).
8.1 Berdasarkan Hubungan
Darah :
1. Golongan laki-laki ( ada 5
orang ), yaitu :
1. Anak laki-laki.
2. Ayah.
3. Saudara laki-laki kandung.
4. Paman.
5. Kakek.
2. Golongan Perempuan ( 4 orang
), yaitu :
1. Anak Perempuan.
2. Ibu.
3. Saudara perempuan kandung.
4. Nenek.
8.2. Berdasarkan hubungan
perkawinan / semenda :
1. Suami / Duda.
2. Isteri / Janda.
Jika
semua ahli waris ada, maka yang berhak hanya : anak, ayah, ibu, janda atau duda.
9. Ada 3 ( Tiga ) golongan ahli
waris.
1. Ashabul Furudl, adalah ahli waris yang mendapat bagian tertentu menurut syara’ (al
qur’an dan hadist). Bagian tertentu meliputi 2/3, ½, 1/3, ¼, 1/6, 1/8. Ada 2 yaitu :
1. Issababiyah, adalah golongan ahli waris yang mendapat bagian tertentu akibat dari
hubungan perkawinan. Yaitu Suami/Duda atau Isteri/Janda.
Duda mendapat ½, bila isteri meninggal tanpa anak.
Duda mendapat ¼, bila isteri meninggal dan punya anak.
Janda mendapat ¼, bila suami meninggal tanpa anak.
Janda mendapat 1/8, bila suami meninggal dan punya anak.
2. Innasabiyah, adalah golongan ahli waris yang mendapat bagian tertentu akibat
hubungan darah/nasab/garis keturunan, yaitu :
1. Ibu dan nenek.
2. Bapak dan kakek.
3. Anak perempuan dan cucu perempuan dari laki-laki.
4. Saudara perempuan dari ibu.
5. Saudara laki-laki dari ibu.
6. Saudara perempuan kandung.
7. Saudara perempuan se-ayah.
2. Asshabah, adalah golongan ahli waris yang mendapat sisa / menghabisi seluruh
bagian warisan karena tidak ada ahli waris ashabul furudl. Ada 3 yaitu :
1. Asshabah binafsi, adalah golongan ahli dari kerabat laki-laki yang dipertalikan dengan
si pewaris tanpa diselingi oleh ahli waris perempuan, yaitu :
1. Bapak dan kakek.
2. Anak laki-laki dan cucu laki-laki.
3. Saudara laki-laki kandung.
4. Saudara laki-laki se-ayah.
2. Asshabah bilghoir, adalah ahli waris dari kerabat perempuan yang memerlukan orang lain
untuk menjadi asshabah dan untuk bersama-sama menerima bagian, yaitu :
1. Anak perempuan yang menerima warisan bersama anak laki-laki.
2. Cucu perempuan yang menerima warisan bersama cucu laki-laki.
3. Sdr.pr. kandung / se-ayah
bersama Sdr.laki-laki kandung/se-ayah.
3. Asshabah ma’al ghoir, adalah kerabat perempuan yang memerlukan orang lain untuk menjadi
asshabah tetapi orang lain tersebut tidak berserikat dalam menerima warisan,
yaitu : saudara perempuan kandung dan saudara perempuan se-ayah bersama-sama
dengan anak perempuan / cucu perempuan.
3. Dzawil arham, adalah kerabat / ahli waris yang tidak termasuk dalam golongan
ashabul furudl maupun asshabah (yang berjumlah 25 orang tersebut). Mereka
adalah :
1. Cucu dari anak perempuan.
2. Anak laki-laki /perempuan dari cucu perempuan.
3. Kakek dari pihak ibu.
4. Nenek dari kakek.
5. Anak perempuan dari saudara laki-laki
(kandung/se-ayah/se-ibu).
6. Anak laki-laki/perempuan dari sdr.perempuan
(kandung/se-ayah/se-ibu).
7. Anak laki-laki dari saudara laki-laki se-ibu.
8. Bibi dan saudara perempuan dari kakek.
9. Paman yang se-ibu dengan bapak.
10. Saudara laki-laki yang se-ibu dengan kakek.
11. Saudara laki-laki/perempuan dari pihak ibu.
12. Anak perempuan dari paman.
13. Bibi dari pihak ibu.
10. Hijab dan Mahjub.
Hijab adalah dinding / penutup / penghalang bagi ahli waris yang
semestinya mendapatkan bagian menjadi berkurang bagiannya atau tidak mendapat
sama sekali karena masih ada ahli waris yang lebih berhak. Ada 2 ( dua ) yaitu
:
1. Hijab nuqshon, yaitu bagiannya menjadi berkurang.
Misalnya terhijabnya ibu dari 1/3 menjadi 1/6 karena adanya
anak.
2. Hijab hirman, yaitu bagiannya menjadi tidak ada sama sekali.
Misalnya terhijabnya kakek karena masih ada bapak yang masih
hidup.
Mahjub adalah orang yang terhalang mendapatkan warisan atau bagiannya
menjadi berkurang, karena adanya ahli waris yang lebih dekat pertaliannya
dengan pewaris.
11. Ahli waris pengganti (
pasal 185 KHI ).
(1) Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari
pewaris, maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang
tersebut dalam pasal 173. (terhalang menjadi ahli waris).
(2) Bagian bagi ahli
waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat
dengan yang diganti.
12. Perihal anak angkat ( pasal 209 KHI ).
(1) Harta peninggalan anak angkat dibagi
berdasarkan pasal-pasal 176 sampai dengan 193 tersebut diatas, sedangkan
terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah
sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan anak angkatnya.
(2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima
wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.
13. Perihal Hibah ( pasal 210
KHI ).
(1) Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21
tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan
sebanyak-banyaknya 1/3 harta peninggalannya kepada orang lain atau lembaga
dihadapan dua orang saksi untuk dimiliki.
(2) Harta benda yang dihibahkan harus merupakan
hak dari penghibah.
Pasal 211 KHI
Hibah dari orang tua
kepada anaknya dapat diperhitungkan sebgai warisan.
14. Tentang Aul (
meningkat/bertambah – pasal 192 KHI ).
Apabila dalam pembagian
harta warisn diantara para ahli Dzawil Furud menunjukkan bahwa angka pembilang
lebih besar dari pada angka penyebut, maka angka penyebut dinaikkan sesuai
dengan angka pembilang, dan baru sesudah itu harta warisan dibagi secara aul
menurut angka pembilang.
Biasanya sumber utama Aul
adalah asal masalah 6, 12, 14.
Contoh :
Asal Masalah 6.
Suami : ½ x 6 = 3
menjadi 3/7 x jml. Harta warisan.
&nbrp; 2 orang sdr. pr : 2/3 x 6 = 4 menjadi 4/7 x jml. Harta warisan.
7
15. Tentang Rad ( pasal 193 KHI
).
Apabila dalam pembagian harta warisan
diantara para ahli waris Dzawil Furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih
kecil dari pada angka penyebut, sedangkan tidak ada ahli waris asabah, maka
pembagian harta warisan tersebut dilakukan secara Rad, yaitu sesuai dengan hak
masing-masing ahli waris, sedang sisanya dibagi secara berimbang diantara
mereka.
Source : http://anugrahjayautama.blogspot.com/2012/06/resume-hukum-waris-islam.html
Comments
Post a Comment
Share ya Sobat..